Pages

Selasa, 18 Januari 2011

0 Jangan Meremehkan Hal-hal Hecil

seorang pendaki ditanya oleh wartawan tentang hal yang paling ia takuti selama melakukan perjalanannya. apakan ia takut pada binatang buas seperti yang orang-orang takutkan selama melakukan perjalanan? sang pendaki menjawab "bukan", saya tidak pernah takut pada binatang buas. ia juga tidak takut akan adanya badai ataupun hujan panas. yang ia takuti hanyalah sebutir pasir yang masuk ke dalam kukunya. sang wartawan keheranan mendengar si pendaki menjawab demikian. si wartawan kemudian bertanya kembali, apa yang menyebabkan anda takut pada sebutir pasir. si pendaki menjawab "secara alamian binatang buas akan takut pada manusia yang mendekati, hujan badai bisa dihindari. yang tidak bisa ia hindari adalah sebutir pasir yang masuk ke dalam kukkunya. saya tidak tau apakah ada pasir yang masuk ke dalam kaki saya. tapi ketika lama kelamaan jika pasir itu memang masuk ke dalam kuku kaki saya, saya baru akan mengetahuinya setelah kaki saya bengkak dan lama kelamaan akan terjadi infeksi. akibatnya lebih parah lagi.



dari cerita di atas kita diajarkan bahwa hal-hal kecil, jika dibiarkan begitu saja akan mengakibatkan kerusakan yang begitu besar. begitu pula halnya dengan dosa-dosa kecil. kita meremehkan dosa-dosa kecil dan tidak berusaha untuk menghindarinya, akhirnya karena kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil itu akhirnya kita terjebak dalam banyaknya dosa.

ingatlah jangan pernah meremehkan hal-hal yang kecil, karena hal-hal yang kecil akan berubah menjadi hal yang besar jika kita meremehkannya
sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=150101901700069

0 SANDAL JEPIT ISTRIKU. muhasabah buat para abi dan calon abi

Selera makanku mendadak punah. Hanya ada rasa kesal dan jengkel yang memenuhi kepala ini. Duh… betapa tidak gemas, dalam keadaan lapar memuncak seperti ini makanan yang tersedia tak ada yang memuaskan lidah. Sayur sop ini rasanya manis bak kolak pisang, sedang perkedelnya asin nggak ketulungan. “Ummi… Ummi, kapan kau dapat memasak dengan benar…? Selalu saja, kalau tak keasinan…kemanisan, kalau tak keaseman… ya kepedesan!” Ya, aku tak bisa menahan emosi untuk tak menggerutu.”Sabar bi…, Rasulullah juga sabar terhadap masakan Aisyah dan Khodijah. Katanya mau kayak Rasul…? ” ucap isteriku kalem. “Iya… tapi abi kan manusia biasa. Abi belum bisa sabar seperti Rasul. Abi tak tahan kalau makan terus menerus seperti ini…!” Jawabku dengan nada tinggi. Mendengar ucapanku yang bernada emosi, kulihat isteriku menundukkan kepala dalam-dalam. Kalau sudah begitu, aku yakin pasti air matanya sudah merebak. *** Sepekan sudah aku ke luar kota. Dan tentu, ketika pulang benak ini penuh dengan jumput-jumput harapan untuk menemukan ‘baiti jannati’ di rumahku. Namun apa yang terjadi…? Ternyata kenyataan tak sesuai dengan apa yang kuimpikan. Sesampainya di rumah, kepalaku malah mumet tujuh keliling. Bayangkan saja, rumah kontrakanku tak ubahnya laksana kapal burak (pecah). Pakaian bersih yang belum disetrika menggunung di sana sini. Piring-piring kotor berpesta pora di dapur, dan cucian… ouw… berember-ember. Ditambah lagi aroma bau busuknya yang menyengat, karena berhari-hari direndam dengan detergen tapi tak juga dicuci. Melihat keadaan seperti ini aku cuma bisa beristigfar sambil mengurut dada. “Ummi…ummi, bagaimana abi tak selalu kesal kalau keadaan terus menerus begini…?” ucapku sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Ummi… isteri sholihat itu tak hanya pandai ngisi pengajian, tapi dia juga harus pandai dalam mengatur tetek bengek urusan rumah tangga. Harus bisa masak, nyetrika, nyuci, jahit baju, beresin rumah…?” Belum sempat kata-kataku habis sudah terdengar ledakan tangis isteriku yang kelihatan begitu pilu. “Ah…wanita gampang sekali untuk menangis…,” batinku berkata dalam hati. “Sudah diam Mi, tak boleh cengeng. Katanya mau jadi isteri shalihat…? Isteri shalihat itu tidak cengeng,” bujukku hati-hati setelah melihat air matanya menganak sungai dipipinya. “Gimana nggak nangis! Baru juga pulang sudah ngomel-ngomel terus. Rumah ini berantakan karena memang ummi tak bisa mengerjakan apa-apa. Jangankan untuk kerja untuk jalan saja susah. Ummi kan muntah-muntah terus, ini badan rasanya tak bertenaga sama sekali,” ucap isteriku diselingi isak tangis. “Abi nggak ngerasain sih bagaimana maboknya orang yang hamil muda…” Ucap isteriku lagi, sementara air matanya kulihat tetap merebak. *** Bi…, siang nanti antar Ummi ngaji ya…?” pinta isteriku. “Aduh, Mi… abi kan sibuk sekali hari ini. Berangkat sendiri saja ya?” ucapku. “Ya sudah, kalau abi sibuk, Ummi naik bis umum saja, mudah-mudahan nggak pingsan di jalan,” jawab isteriku. “Lho, kok bilang gitu…?” selaku. “Iya, dalam kondisi muntah-muntah seperti ini kepala Ummi gampang pusing kalau mencium bau bensin. Apalagi ditambah berdesak-desakan dalam bus dengan suasana panas menyengat. Tapi mudah-mudahan sih nggak kenapa-kenapa,” ucap isteriku lagi. “Ya sudah, kalau begitu naik bajaj saja,” jawabku ringan. Pertemuan hari ini ternyata diundur pekan depan. Kesempatan waktu luang ini kugunakan untuk menjemput isteriku. Entah kenapa hati ini tiba-tiba saja menjadi rindu padanya. Motorku sudah sampai di tempat isteriku mengaji. Di depan pintu kulihat masih banyak sepatu berjajar, ini pertanda acara belum selesai. Kuperhatikan sepatu yang berjumlah delapan pasang itu satu persatu. Ah, semuanya indah-indah dan kelihatan harganya begitu mahal. “Wanita, memang suka yang indah-indah, sampai bentuk sepatu pun lucu-lucu,” aku membathin sendiri. Mataku tiba-tiba terantuk pandang pada sebuah sendal jepit yang diapit sepasang sepatu indah. Dug! Hati ini menjadi luruh. “Oh….bukankah ini sandal jepit isteriku?” tanya hatiku. Lalu segera kuambil sandal jepit kumal yang tertindih sepatu indah itu. Tes! Air mataku jatuh tanpa terasa. Perih nian rasanya hati ini, kenapa baru sekarang sadar bahwa aku tak pernah memperhatikan isteriku. Sampai-sampai kemana ia pergi harus bersandal jepit kumal. Sementara teman-temannnya bersepatu bagus. “Maafkan aku Maryam,” pinta hatiku. “Krek…,” suara pintu terdengar dibuka. Aku terlonjak, lantas menyelinap ke tembok samping. Kulihat dua ukhti berjalan melintas sambil menggendong bocah mungil yang berjilbab indah dan cerah, secerah warna baju dan jilbab umminya. Beberapa menit setelah kepergian dua ukhti itu, kembali melintas ukhti-ukhti yang lain. Namun, belum juga kutemukan Maryamku. Aku menghitung sudah delapan orang keluar dari rumah itu, tapi isteriku belum juga keluar. Penantianku berakhir ketika sesosok tubuh berbaya gelap dan berjilbab hitam melintas. “Ini dia mujahidahku!” pekik hatiku. Ia beda dengan yang lain, ia begitu bersahaja. Kalau yang lain memakai baju berbunga cerah indah, ia hanya memakai baju warna gelap yang sudah lusuh pula warnanya. Diam-diam hatiku kembali dirayapi perasaan berdosa karena selama ini kurang memperhatikan isteri. Ya, aku baru sadar, bahwa semenjak menikah belum pernah membelikan sepotong baju pun untuknya. Aku terlalu sibuk memperhatikan kekurangan-kekurangan isteriku, padahal di balik semua itu begitu banyak kelebihanmu, wahai Maryamku. Aku benar-benar menjadi malu pada Allah dan Rasul-Nya. Selama ini aku terlalu sibuk mengurus orang lain, sedang isteriku tak pernah kuurusi. Padahal Rasul telah berkata: “Yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya.” Sedang aku..? Ah, kenapa pula aku lupa bahwa Allah menyuruh para suami agar menggauli isterinya dengan baik. Sedang aku…? terlalu sering ngomel dan menuntut isteri dengan sesuatu yang ia tak dapat melakukannya. Aku benar-benar merasa menjadi suami terdzalim!!! “Maryam…!” panggilku, ketika tubuh berbaya gelap itu melintas. Tubuh itu lantas berbalik ke arahku, pandangan matanya menunjukkan ketidakpercayaan atas kehadiranku di tempat ini. Namun, kemudian terlihat perlahan bibirnya mengembangkan senyum. Senyum bahagia. “Abi…!” bisiknya pelan dan girang. Sungguh, aku baru melihat isteriku segirang ini. “Ah, kenapa tidak dari dulu kulakukan menjemput isteri?” sesal hatiku. *** Esoknya aku membeli sepasang sepatu untuk isteriku. Ketika tahu hal itu, senyum bahagia kembali mengembang dari bibirnya. “Alhamdulillah, jazakallahu…,”ucapnya dengan suara tulus. Ah, Maryam, lagi-lagi hatiku terenyuh melihat polahmu. Lagi-lagi sesal menyerbu hatiku. Kenapa baru sekarang aku bisa bersyukur memperoleh isteri zuhud dan ‘iffah sepertimu? Kenapa baru sekarang pula kutahu betapa nikmatnya menyaksikan matamu yang berbinar-binar karena perhatianku…? Semoga berguna bagi kita semua….amin ya rabbal alamien takenfromnet……Buat para mujahid dakwah..renungkanlah kisah sandal jepit ini,dan tanyalah hati kita sejauh mana perhatian kita (bukan hanya soal sandal dll) terhadap sosok makhluk bernama istri di tengah2 kesibukan kita…tanya?
sumber :http://www.facebook.com/note.php?note_id=464595098841&id=1666741201

Rabu, 12 Januari 2011

0 Kisah Ibu Bermata Satu

Ibuku hanya memiliki satu mata.

Aku membencinya? dia sungguh membuatku menjadi sangat memalukan.
Dia bekerja memasak buat para murid dan guru di sekolah? untuk menopang keluarga.
Ini terjadi pada suatu ketika aku duduk di sekolah dasar dan ibuku datang. Aku sungguh dipermalukan. Bagaimana bisa ia tega melakukan ini padaku?
Aku membuang muka dan berlari meninggalkannya saat bertemu dengannya.
Keesokan harinya di sekolah?
Ibumu bermata satu?!?! ??. eeeee ejek seorang teman.
Akupun berharap ibuku segera lenyap dari muka bumi ini.
Jadi kemudian aku katakan pada ibuku? Ma? kenapa engkau hanya memiliki satu mata? Kalau engkau hanya ingin aku menjadi bahan ejekan orang-orang , kenapa engkau tidak segera mati saja?!!! ?
Ibuku diam tak bereaksi.
Aku merasa tidak enak, namun disaat yang sama, aku rasa aku harus mengatakan apa yang ingin aku katakan selama ini? Mungkin ini karena ibuku tidak pernah menghukumku, akan tetapi aku tidak berfikir kalau aku telah sangat melukai perasaannya.
Malam itu?
Aku terjaga dan bangun menuju ke dapur untuk mengambil segelas air minum.
Ibuku sedang menangis disana terisak-isak, mungkin karena khawatir akan membangunkanku. Sesaat kutatap ia, dan kemudian pergi meninggalkannya.
Setelah aku mengatakan perasaanku sebelumnya padanya, aku merasa tidak enak dan tertekan. Walau demikian, aku benci ibuku yang menangis dengan satu mata. Jadi aku bertekad untuk menjadi dewasa dan menjadi orang sukses .
Kemudian aku tekun belajar. Aku tinggalkan ibuku dan melanjutkan studiku ke Singapore.
Kemudian aku menikah. Aku membeli rumahku dengan jerih payahku. Kemudian, akupun mendapatkan anak-anak, juga.
Sekarang aku tinggal dengan bahagia sebagai seorang yang sukses. Aku menyukai tempat tinggal ini karena tempat ini dapat membantuku melupakan ibuku.
Kebahagiaan ini bertambah besar dan besar, ketika?
Apa ?! Siapa ini?!
Ini adalah ibuku? Masih dengan mata satunya. Aku merasa seolah-olah langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku lari ketakutan melihat ibuku yang bermata satu.
Aku bertanya padanya? Siapa kamu? Aku tidak mengenalmu! !� Kukatakan seolah-olah itu benar. Aku memakinya? Berani sekali kamu datang ke rumahku dan menakut-nakuti anak-anakku! KELUAR DARI SINI! SEKARANG JUGA! &#65533 ?
Ibuku hanya menjawab? Oh, maafkan aku. Aku mungkin salah alamat. ?
Kemudian ia berlalu dan hilang dari pandanganku.
Oh syukurlah? Dia tidak mengenaliku. Aku agak lega. Kukatakan pada diriku kalau aku tidak akan khawatir atau akan memikirkannya lagi. Dan akupun menjadi merasa lebih lega?
Suatu hari, sebuah undangan menghadiri reuni sekolah dikirim ke alamat rumahku di Singapore Jadi, aku berbohong pada istriku bahwa aku akan melakukan perjalanan dinas. Setelah menghadiri reuni sekolah, aku mengunjungi sebuah gubuk tua, dulu merupakan rumahku? Hanya sekedar ingin tahu saja.
Di sana, aku mendapati ibuku terjatuh di tanah yang dingin. Tapi aku tidak melihatnya ia mengeluarkan air mata. Ia memegang selembar surat ditangannya? Sebuah surat untukku.
Anakku?
Aku rasa hidupku cukup sudah kini?
Dan? aku tidak akan pergi ke Singapore lagi?
Tapi apakah ini terlalu berlebihan bila aku mengharapkan engkau yang datang mengunjungiku sekali-kali? Aku sungguh sangat merindukanmu?
Dan aku sangat gembira ketika kudengar bahwa engkau datang pada reuni sekolah . Tapi aku memutuskan untuk tidak pergi ke sekolahan. Demi engkau?
Dan aku sangat menyesal karna aku hanya memiliki satu mata, dan aku telah sangat memalukan dirimu.
Kau tahu, ketika engkau masih kecil, engkau mengalami sebuah kecelakaan, dan kehilangan salah satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak bisa tinggal diam melihat engkau akan tumbuh besar dengan hanya memiliki satu mata. Jadi kuberikan salah satu mataku untukmu?
Aku sangat bangga akan dirimu yang telah dapat melihat sebuah dunia yang baru untukku, di tempatku, dengan mata tersebut. Aku tidak pernah merasa marah dengan apa yang kau pernah kau lakukan? Beberapa kali engkau memarahiku?
Aku berkata pada diriku? Ini karena ia mencintaiku?
Teman-temanku?
Pesan (di atas) ini sungguh memiliki sebuah arti yang sangat mendalam dan dikirim untuk mengingatkan banyak orang bahwa kebaikan yang telah mereka nikmati selama ini adalah berkat seseorang, entah secara langsung maupun tidak langsung.
Renungkan sesaat dan lihatlah dirimu!.
Berterima kasihlah akan apa yang kamu miliki saat ini dibandingkan dengan jutaan orang yang tidak memiliki kehidupan seperti yang engkau peroleh saat ini !
Bawalah (selalu) ibumu dalam doa di mana saja engkau berada !

sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=164648206912105

0 Bapak begitu besar perjuanganmu untuk anak2mu

ANAK-ANAKKU

Biasanya, bagi seorang anak yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan,

yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya…..



Akan sering merasa kangen sekali dengan ibunya..

Lalu bagaimana dengan Bapak?



Mungkin karena Ibu lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari,

tapi tahukah kamu, jika ternyata Bapak-lah yang mengingatkan Ibu untuk menelponmu?

Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Ibu-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng,

tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Bapak bekerja dan dengan wajah lelah

Bapak selalu menanyakan pada Ibu tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?



Pada saat dirimu masih seorang anak kecil……

Bapak biasanya mengajari anaknya naik sepeda.

Dan setelah Bapak mengganggapmu bisa, Bapak akan melepaskan roda bantu di sepedamu…

Kemudian Ibu bilang : “Jangan dulu Pak, jangan dilepas dulu roda bantunya” ,

Ibu takut anaknya terjatuh lalu terluka….



Tapi sadarkah kamu?

Bahwa Bapak dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu,

dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu anaknya PASTI BISA.



Pada saat kamu menangis merengek meminta mainan yang baru, Ibu menatapmu iba.

Tetapi Bapak akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang”

Tahukah kamu, Bapak melakukan itu karena Bapak tidak ingin kamu menjadi anak yang manja

dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?



Saat kamu sakit pilek, Bapak yang terlalu khawatir

sampai kadang sedikit membentak dengan berkata : “Sudah dibilang! kamu jangan minum air dingin!”.

Berbeda dengan Ibu yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.

Ketahuilah, saat itu Bapak benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.



Ketika kamu sudah beranjak remaja…..

Kamu mulai menuntut pada Bapak untuk dapat izin keluar malam,

dan Bapak bersikap tegas dan mengatakan: “Tidak boleh!”.

Tahukah kamu, bahwa Bapak melakukan itu untuk menjagamu?

Karena bagi Bapak, kamu adalah sesuatu yang sangat - sangat luar biasa berharga..

Setelah itu kamu marah pada Bapak, Ibu datang membujukmu agar tidak marah.

Tahukah kamu, bahwa saat itu Bapak memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya,

Bahwa Bapak sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu.



Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Bapak melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu,

kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.

Maka yang dilakukan Bapak adalah duduk di ruang tamu,

dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir…

Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut - larut…

Ketika melihat anaknya pulang larut malam hati Bapak akan mengeras dan Bapak memarahimu.. .



Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Bapak akan segera datang?

“Bahwa anak kecilnya akan segera pergi meninggalkan Bapak”



Setelah lulus SMA, Bapak akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Yang Terbaik.

Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Bapak itu

semata - mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti.

Tapi toh Bapak tetap tersenyum dan mendukungmu atas pilihan anak-anaknya.



Ketika kamu menjadi dewasa….

Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain…

Bapak harus melepasmu di bandara.

Tahukah kamu bahwa badan Bapak terasa kaku untuk memelukmu?

Bapak hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini - itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati.

Padahal Bapak ingin sekali menangis seperti Ibu dan memelukmu erat-erat.

Yang Bapak lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya,

dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang”.

Bapak melakukan itu semua agar kamu KUAT….kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.



Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu,

orang pertama yang mengerutkan kening adalah Bapak.

Bapak pasti berusaha keras mencari jalan

agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta mainan,

dan Bapak tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan.



Kata-kata yang keluar dari mulut Bapak adalah : “Tidak…. Tidak bisa!”

Padahal dalam batin Bapak, Ia sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti Bapak belikan untukmu”.

Tahukah kamu bahwa pada saat itu Bapak merasa gagal membuat anaknya tersenyum?



Saatnya kamu diwisuda dan akan diwisuda sebagai seorang sarjana.

Bapak adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.

Bapak akan tersenyum dengan bangga dan puas

melihat “anak-anaknya tidak manja, berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang”



Dan akhirnya….



Saat Bapak melihatmu duduk di Panggung Pelaminan nanti

bersama seseorang perempuan yang di anggapnya pantas mendampinginya,

Bapak pun tersenyum bahagia

Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Bapak pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?

Bapak menangis karena Bapak sangat berbahagia, kemudian Bapak berdoa

Dalam lirih doanya kepada Allah SWT,

Bapak berkata: “Ya Tuhan tugasku telah selesai dengan baik. Lindungilah anak-anakku.

Anak kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi manusia dewasa

Bahagiakanlah ia bersama.”



Setelah itu nantinya Bapak hanya bisa menunggu kedatanganmu

bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk…

Dengan rambut yang telah dan semakin memutih….

Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya….

Bapak telah menyelesaikan tugasnya….



Bapak kita…

Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat…

Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis…

Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. .

Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal..



Banyak hal yang mungkin tidak bisa dikatakan Bapak…

tapi setidaknya kini kita mengerti apa yang tersembunyi dibalik hatinya

sumber :http://www.facebook.com/note.php?note_id=165313590178900

0 MONYET DAN EMPAT ANGIN

Sahabat, ada cerita seekor monyet sedang nangkring di pucuk pohon kelapa.Dia nggak sadar lagi diintip sama tiga angin gede. Angin Topan, Tornado sama Bahorok.Tiga angin itu rupanya pada ngomongin, siapa yang bisa paling cepet jatuhin si monyet dari pohon kelapa. Angin Topan bilang, dia cuma perlu waktu 45 detik. Angin Tornado nggak mau kalah, 30 detik. Angin Bahorok senyum ngeledek, 15 detik juga jatuh tuh monyet.
Akhirnya satu persatu ketiga angin itu maju.Angin TOPAN duluan, dia tiup sekenceng-kencengnya, Wuuusss… Merasa ada angin gede datang, si monyet langsung megang batang pohon kelapa. Dia pegang sekuat-kuatmya.Beberapa menit lewat, nggak jatuh-jatuh tuh monyet.Angin Topan pun nyerah.
Giliran Angin TORNADO.Wuuusss… Wuuusss…Dia tiup sekenceng-kencengnya.Ngga jatuh juga tuh monyet.Angin Tornado nyerah.
Terakhir, Angin BAHOROK.Lebih kenceng lagi dia tiup.Wuuuss… Wuuuss… Wuuuss…Si monyet malah makin kenceng pegangannya.Nggak jatuh-jatuh.Ketiga angin gede itu akhirnya ngakuin, si monyet memang jagoan.Tangguh.Daya tahannya luar biasa. Ngga lama, datang angin Sepoi-Sepoi.Dia bilang mau ikutan jatuhin si monyet.Diketawain sama tiga angin itu.Yang gede aja nggak bisa, apalagi yang kecil. Nggak banyak omong, Angin SEPOI-SEPOI langsung niup ubun-ubun si monyet.Psssss…Enak banget. Adem…Seger…Riyep-riyep matanya si monyet.Nggak lama ketiduran dia.Lepas pegangannya Jatuh deh tuh si monyet.
Sahabat, dari Kisah diatas hikmah yang bisa kita ambil adalah: Boleh jadi ketika kita Diuji dengan KESUSAHAN…Dicoba dengan Penderitaan…Didera Malapetaka.. .Kita kuat bahkan lebih kuat dari sebelumnya.. .
Tapi jika kita diuji dengan KENIKMATAN... KESENANGAN... KELIMPAHAN... kita malah terlena…
jangan sampai seperti monyet diatas...
Maka takutlah akan dosa-dosa kecil…
Sebab seseorang tidak akan jatuh karena menabrak gunung..
Tapi kebanyakan orang terjatuh karena krikil atau sesuatu yang kecil

sumber: http://www.facebook.com/notes/chantika-violeta/monyet-dan-empat-angin/164385796938346

0 Jejak Sepatu di Karpet (A True Story)

Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak laki-laki. Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan & kerapihan rumah dapat ditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih dan bersih dan teratur, suami serta anak2nya sangat menghargai pengabdiannya itu.
Cuma ada satu masalah, ibu yg pembersih ini sangat tidak suka kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki di rumah, hal ini mudah sekali terjadi dan menyiksanya.
Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang psikolog bernama Virginia Satir dan menceritakan masalahnya. Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, Virginia Satir tersenyum & berkata kepada sang ibu :
'Ibu, harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan'. Ibu itu kemudian menutup matanya.
'Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?'
Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah, mukanya yg murung berubah cerah. Ia tampak senang dengan bayangan yang dilihatnya.
Virginia Satir melanjutkan ;
'Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah ibu. Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka. Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu kasihi'.
Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung menghilang, nafasnya mengandung isak. Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami dan anak-anaknya.
'Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu meli hat jejak sepatu & kotoran disana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu'.
Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman dengan visualisasi tsb.
'Sekarang bukalah mata ibu', Ibu itu membuka matanya.
'Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?' Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
'Aku tahu maksud anda' ujar sang ibu, 'Jika kita melihat dengan sudut yang tepat, maka hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif'.
Sejak saat itu, sang ibu tak pernah lagi mengeluh soal karpetnya yang kotor, karena setiap melihat jejak sepatu disana, ia tahu, keluarga yg dikasihinya ada di rumah.
Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah seorang psikolog terkenal yang mengilhami Richard Binder & John Adler untuk menciptakan NLP (Neurolinguistic Programming) .
Teknik yang dipakainya di atas disebut Reframing, yaitu bagaimana kita 'membingkai ulang' sudut pandang kita sehingga sesuatu yg tadinya negatif dapat menjadi positif, salah satu caranya dengan mengubah sudut pandangnya.

Terlampir beberapa contoh pengubahan sudut pandang :Saya BERSYUKUR;
1. Untuk
istri yang mengatakan malam ini kita hanya makan mie instan, karena itu artinya ia bersamaku bukan dengan orang lain.
2. Untuk
suami yang hanya duduk malas di sofa menonton TV, karena itu artinya ia berada di rumah dan bukan di bar, kafe, atau di tempat mesum.
3. Untuk
anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal, karena itu artinya mereka di rumah dan tidak jadi anak jalanan.
4. Untuk
Tagihan Pajak yang cukup besar, karena itu artinya saya bekerja dan digaji tinggi.
5. Untuk
sampah dan kotoran bekas pesta yang harus saya bersihkan, karena itu artinya keluarga kami dikelilingi banyak teman.
6. Untuk
pakaian yang mulai kesempitan, karena itu artinya saya cukup makan.
7. Untuk rasa
lelah, capai dan penat di penghujung hari, karena itu artinya saya masih mampu bekerja keras.
8. Untuk
semua kritik yang saya dengar tentang pemerintah, karena itu artinya masih ada kebebasan berpendapat.
9. Untuk
bunyi alarm keras jam 5 pagi yg membangunkan saya, karena itu artinya saya masih bisa terbangun, masih hidup.
10. Untuk setiap
permasalahan hidup yang saya hadapi, karena itu artinya Tuhan sedang membentuk dan menempa saya untuk menjadi lebih baik lagi.

sumber :http://www.facebook.com/notes/chantika-violeta/jejak-sepatu-di-karpet-a-true-story/165315476845378

Selasa, 11 Januari 2011

0 FEEL SOMETHING

Melihat kondisi yang terjadi sekarang, jiwa-jiwa kritisasi dalam diri kita bermunculan satu persatu. Idealisme vs kenyataan yang ada membuat kita melihat dunia dalam perpektif yang berbeda. Lalu apa yang sebenarnya harus kita lakukan. Mencari tokoh yang sempurna dalam segala aspek untuk kemudian diteladani sangatlah sulit karena pada hakikatnya perspektif “sempurna” tidak ada pada setiap manusia zaman sekarang . satu persatu solusi dan pernytaan untuk mencari pembenaran dilontarkan. Toh tak ada yang betul-betul menjadi pemecah solusi atas apa yang terjadi di dunia kita, terutama di sekeliling kita. Kita cuma bisa merasakan kekecewaan, dan apakah salah jika aspirasi kekecewaan itu diwujudkan. Kenapa masih ada sebagian orang yang memandang bentuk aspirasi kekecewaan itu sebagai bentuk pembangkangan. Bukankah tiap orang berhak atas aspirasi pemikiran mereka. Tidak bisakah kita terapkan prinsip saling mendengarkan, saling memahami dan saling mengingatkan. Apatah lagi jika semua itu ternyata akan membuat kondisi menjadi lebih baik. Satu hal yang pasti KEKECEWAAN berkepanjangan mungkin akan melahirkan KEBENCIAN.